Kamis, 14 April 2011

Asal Mula Tari Sanghyang Dedari di Desa Bona


bali_sanghyang
Tari Sanghyang merupakan tarian yang sakral yang tidak untuk dipertontonkan sebagai fungsi pertunjukan, tetapi hanya diselenggarakan dalam rangkaian upacara suci, berunsurkan kerawuhan. Tari Sanghyang Dedari adalah tarian yang dibawakan oleh satu atau dua orang gadis kecil. Asal mula adanya Tari Sanghyang di Bali tidak di ketahui secara pasti, namun para ahli memberikan dugaan-dugaan tentang asal mula tarian Sanghyang ini. Mengenai asal mula tarian Sanghyang Dedari di Desa Bona, dapat dijelaskan sebagai berikut:
Kira-kira pada tahun 1907 di Desa Bona terjadi wabah cacar yang sangat hebat, wabah ini menular dengan cepatnya, sehingga banyak anggota masyarakat yang terserang wabah cacar. Hal ini menimbulkan keresahan dandan kekhawatiran masyarakat Desa Bona, konon ada beberapa anak gadis yang sedang bermain- main dipura puseh mereka membersihkan dan membakar bekas banten-banten yang sudah kering sesudah upacara “odalan”. Sambil menyanyikan lagu-lagu Sanghyang yang pernah didengarnya dari penyanyi- penyanyi Sanghyang. Dengan tidak diduga-duga salah seorang dari anak gadis tersebut kerawuhan, kemudian menari- nari mengikuti irama lagu tadi. Mengetahui hal ini masyarakat setempat memutuskan untuk nangiang Sanghyang Dedari, dengan harapan agar dapat menanggulangi wabah yang sedang berjangkit. Sejak saat itulah  adanya Sanghyang Dedari di Desa Bona.

Kerawuhan merupakan masuknya roh suci kedalam badan manusia tatkala manusia kehilangan kesadarannya. Hilangnya kesadaran ini dapat dicapai dengan teknik-teknik intenxikasi yaitu perbuatan- perbuatan untuk memabukkan diri antara lain dengan cara duduk ditengah-tengah asap seperti yang dilakukan pada Sanghyang Dedari.
Sebelum mencapai kerawuhan mula- mula mereka menenangkan pikiran dengan memejamkan mata, lama- kelamaan mereka melihat sinar gelap semakin lama semakin gelap, akhirnya mereka tidak sadarkan diri. Pada saat sadar kembali mereka merasa seolah- olah baru bangun dari tidur saja. Proses kerawuhan terjadi, karena adanya kontak antara manusia dengan roh- roh leluhur. Ada dua kemungkinan didalam mengadakan kontak tersebut yaitu:
- Roh leluhur datang memasuki badan manusia.
- Roh manusia meninggalkan badannya untuk mengadakan pendekatan dengan roh- roh leluhur.
Setelah si penari kerawuhan, barulah dipasang gelungannya dan diberikan “kepet”atau kipas untuk menari. Sanghyang Dedari ini kemudian diusung oleh juru pundut ketempat pertunjukan, dipayungi dengan tedung, diiringi oleh juru gending dan juru cak, yang masing- masing duduk berjejer disebelah kanan dan kirinya.Iringan yang berupa vokal dinyanyikan silih berganti oleh masing- masing penyanyi sampai berakhirnya pertunjukan ini.
Ditempat ini pula para penari diperciki tirta (air suci) oleh pemangku, agar si penari tadi sadar dari kerawuhannya. Dengan demikian berakhirlah pertunjukan tari Sanghyang Dedari ini.
Sanghyang Dedari di Bona termasuk tarian primitif yang didalamnya mengandung unsur- unsur improvisasi yaitu gerakan- gerakan yang keluar dengan sendirinya. Struktur tarian Sanghyang Dedari ini sesuai dengan gending- gending yang dipakai, bahkan ada beberapa gerakannya disesuaikan dengan teks atau kata- kata didalam gendingnya. Hal ini disebut dengan istilah “ngigelin gending”.
Pada mulanya Sanghyang Dedari di Bona menggunakan kostum yang khas dan dapat dibedakan menjadi tiga bagian:
Hiasan kepala :
Gelungan pepudakan lengkap dengan bancangan dan bunganya.
Hiasan badan :
Kain putih,baju putih, sabuk putih, lamak, simping, oncer, ampok- ampok, gelang kaki, dan gelang tangan dari perak dan tembaga.
Perlengkapan yang dibawa berupa kipas.
Didalam kostum ini warna putih memegang peranan penting sebagai lambang kesucian, karena tarian ini merupakan tarian kedewi- dewian. Penggunaan gelang kaki dapat menimbulkan suara yang gemercik bila bersentuhan satu sama lainnya, tatkala Sanghyang Dedari ini menari.
Iringan memegang peranan yang sangat penting didalam suatu pertunjukan, karena iringan dapat memperindah pertunjukan.
Berdasarkan sumbernya iringan dapat berupa : instumen dan vokal
Sejak berdirinya sampai saat ini, Sanghyang Dedari di Bona menggunakan iringan vokal yang berlaraska Slendro dan Pelog. Laras Slendro merupakan urutan nada- nada yang didalam satu “Gembyongan”(oktaf) terdiri dari lima buah nada pokok dengan sruti (interval) yang sama.
Laras pelog merupakan urutan nada- nada yang didalam satu oktafnya terdiri dari lima buah nada pokok dan mempunyai dua buah macam “ Sruti “ yaitu sruti panjang dan sruti pendek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar